Kematian yang akan mengakhiri kehidupan kita di dunia ini sesungguhnya suatu bukti nyata bahwa Allah Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan itu ada; dan Dia lah Yang Maha Esa, Maha Tunggal dan Yang Membangkitkan.
Hal ini dinyatakan secara tegas di dalam al-Qur'anul Karim pada S. Ali 'Imran: 185;
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan baru pada hari kiamatlah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
Kematian itu sesuatu yang mesti terjadi pada seseorang, walaupun ia berusaha menghindari kematian atau berusaha bersembunyi dan berlindung di tempat yang dikira aman. Seseorang tidak dapat lari dan menjauhi kematian. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, S. An-Nisa: 78;
"Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh."
Agama Islam memang menganjurkan untuk berobat apabila menderita sakit dan melakukan upaya-upaya jangan sampai terjangkit penyakit dengan menjaga kebersihan badan, tempat, dan lingkungan. Rasulullah Saw. juga banyak memberikan petunjuk dan arahan dalam rangka menjaga kesehatan dan menghindari dari terjangkit penyakit, seperti sabda beliau:
Hal ini dinyatakan secara tegas di dalam al-Qur'anul Karim pada S. Ali 'Imran: 185;
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan baru pada hari kiamatlah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
Kematian itu sesuatu yang mesti terjadi pada seseorang, walaupun ia berusaha menghindari kematian atau berusaha bersembunyi dan berlindung di tempat yang dikira aman. Seseorang tidak dapat lari dan menjauhi kematian. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, S. An-Nisa: 78;
"Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh."
Agama Islam memang menganjurkan untuk berobat apabila menderita sakit dan melakukan upaya-upaya jangan sampai terjangkit penyakit dengan menjaga kebersihan badan, tempat, dan lingkungan. Rasulullah Saw. juga banyak memberikan petunjuk dan arahan dalam rangka menjaga kesehatan dan menghindari dari terjangkit penyakit, seperti sabda beliau:
"Apabila kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu negeri, maka kalian jangan masuk ke negeri itu. Sebaliknya, apabila kalian berada di suatu negeri di mana terjadi wabah penyakit, maka kalian jangan keluar dari negeri itu (maksudnya jangan sampai menularkan penyakit)."
Namun demikian, kematian tetap akan mengejar kita, betapapun kesehatan yang kita usahakan berhasil. Namun demikian, kita memang tidak boleh menyerah kepada takdir tanpa ikhtiar. Seringkali kita melihat ada seseorang yang benar-benar kelihatan sehat bugar, tiba-tiba meninggal dunia. Jadi, kematian tetap akan menjumpai kita, sebagaimana ditegaskan oleh Allah Swt. dalam S. Al-Jumu'ah: 8;
"Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, sungguh akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".
Kematian merupakan awal atau pintu gerbang menuju kehidupan abadi. Oleh karena itu, dalam al-Qur'an disebutkan bahwa sesungguhnya kematian itu sebenarnya kehidupan. Artinya, jika seseorang ingin hidup terus menerus, maka ia harus mengalami kematian terlebih dahulu. Tanpa kematian tidak akan ada kehidupan abadi. Atau dalam istilah al-Qur'an, orang yang mati disebut "Kembali kepada Sang Pencipta".
Kematian oleh sementara ulama didefinisikan sebagai "ketiadaan hidup," atau "antonim dari hidup." Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya; sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. Kehidupan pertama dialami oleh manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, sedang kehidupan kedua saat ia berada di alam barzakh, atau kelak ketika ia hidup kekal di hari akhirat.
KESAN UMUM TENTANG KEMATIAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang menyenangkan. Namun manusia bahkan ingin hidup seribu tahun lagi. Ini, tentu saja bukan hanya ucapan Chairil Anwar, tetapi Al-Quran pun melukiskan keinginan sekelompok manusia untuk hidup selama itu (baca surat Al-Baqarah [2]: 96). Iblis berhasil merayu Adam dan Hawa melalui "pintu" keinginan untuk hidup kekal selama-lamanya.
"Maukah engkau kutunjukkan pohon kekekalan (hidup)
dan kekuasaan yang tidak akan lapuk? (QS Thaha [20]: 120).
Banyak faktor yang membuat seseorang enggan mati. Ada orang yang enggan mati karena ia tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian; mungkin juga karena menduga bahwa yang dimiliki sekarang lebih baik dari yang akan didapati nanti. Atau mungkin juga karena membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati. Atau mungkin karena khawatir memikirkan dan prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan, atau karena tidak mengetahui makna hidup dan mati, dan lain sebagainya, sehingga semuanya merasa cemas dan takut menghadapi kematian.
Dari sini lahir pandangan-pandangan optimistis dan pesimistis terhadap kematian dan kehidupan, bahkan dari kalangan para pemikir sekalipun.
Manusia, melalui nalar dan pengalamannya tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena itu kematian dinilai sebagai salah satu gaib nisbi yang paling besar. Walaupun pada hakikatnya kematian merupakan sesuatu yang tidak diketahui, namun setiap menyaksikan bagaimana kematian merenggut nyawa yang hidup manusia semakin terdorong untuk mengetahui hakikatnya atau, paling tidak, ketika itu akan terlintas dalam benaknya, bahwa suatu ketika ia pun pasti mengalami nasib yang sama.
Manusia menyaksikan bagaimana kematian tidak memilih usia atau tempat, tidak pula menangguhkan kehadirannya sampai terpenuhi semua keinginan. Di kalangan sementara orang, kematian menimbulkan kecemasan, apalagi bagi mereka yang memandang bahwa hidup hanya sekali yakni di dunia ini saja. Sehingga tidak sedikit yang pada akhirnya menilai kehidupan ini sebagai siksaan, dan untuk menghindar dari siksaan itu, mereka menganjurkan agar melupakan kematian dan menghindari sedapat mungkin segala kecemasan yang ditimbulkannya dengan jalan melakukan apa saja secara bebas tanpa kendali, demi mewujudkan eksistensi manusia.
Hubungan antara yang hidup dan yang telah meninggal amat berakar pada jiwa manusia. Ini tercermin sejak dahulu kala, bahkan jauh sebelum kehadiran agama-agama besar dianut oleh umat manusia dewasa ini. Sedemikian berakar hal tersebut sehingga orang-orang Mesir Kuno misalnya, meyakini benar keabadian manusia, sehingga mereka menciptakan teknik-teknik yang dapat mengawetkan mayat-mayat mereka ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.
Konon Socrates pernah berkata, sebagaimana dikutip oleh Asy-Syahrastani dalam bukunya Al-Milal wa An-Nihal (I:297),
"Ketika aku menemukan kehidupan (duniawi)
kutemukan bahwa akhir kehidupan adalah kematian,
namun ketika aku menemukan kematian,
aku pun menemukan kehidupan abadi.
Karena itu, kita harus prihatin dengan kehidupan (duniawi)
dan bergembira dengan kematian.
Kita hidup untuk mati dan mati untuk hidup."
Keyakinan akan kehadiran maut bagi setiap jiwa dapat membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam kegembiraan, semakin besar pengaruh kegembiraan itu pada jiwa; sebaliknya, semakin banyak yang tertimpa atau terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul."
Demikian Al-Quran menggambarkan kematian yang akan dialami oleh manusia taat dan durhaka, dan demikian kitab suci ini menginformasikan tentang kematian yang dapat mengantar seorang mukmin agar tidak merasa khawatir menghadapinya. Sementara, yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan.
Semoga kita semua dapat memaknai arti kematian itu bukan sebagai suatu ketakutan, namun sebagai sarana motivasi diri untuk dapat lebih meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Amiiin..
Keyakinan akan kehadiran maut bagi setiap jiwa dapat membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam kegembiraan, semakin besar pengaruh kegembiraan itu pada jiwa; sebaliknya, semakin banyak yang tertimpa atau terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul."
Demikian Al-Quran menggambarkan kematian yang akan dialami oleh manusia taat dan durhaka, dan demikian kitab suci ini menginformasikan tentang kematian yang dapat mengantar seorang mukmin agar tidak merasa khawatir menghadapinya. Sementara, yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan.
Semoga kita semua dapat memaknai arti kematian itu bukan sebagai suatu ketakutan, namun sebagai sarana motivasi diri untuk dapat lebih meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Amiiin..
0 Response to "Mengapa Harus Takut Mati???"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar..
Dan dapatkan back link gratisnya.. :))